Minggu, 10 April 2011

Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Globalisasi membawa banyak perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan, termasuk dimensi ekonomi. Perubahan tersebut juga semakin memunculkan persaingan, sehingga barangsiapa yang tidak ikut dalam arus globalisasi tersebut, maka akan dia akan tergilas.

Seiring dengan tuntutan globalisasi tersebut, pasar modern pun bermunculan, termasuk mini market. Hadir pula pasar tradisional modern dengan misi ingin mengikis gambaran bahwa pasar identik dengan becek, panas, dan bau.


Beberapa kalangan berpendapat, perluasan pasar modern di Indonesia, bisa berdampak makin baiknya pertumbuhan ekonomi serta iklim investasi usaha. Pasalnya, diasumsikan pasar modern memiliki segmen yang berbeda dengan pasar tradisional sehingga hal itu tidak menggangu stabilitas pasar tradisional. Namun, pada beberapa realita, antara pasar modern dan pasar tradisional memiliki segmen yang sama dan saling berhadap-hadapan langsung.

Kegagalan pasar adalah situasi ketika pasar tidak mampu secara efektif mengorganisasikan produksi atau mengalokasikan barang dan jasa kepada konsumen. Situasi seperti ini dapat tercipta ketika kekuatan pasar telah kehilangan kemampuannya dalam memenuhi kepentingan-kepentingan publik.

Gencarnya penetrasi pusat perbelanjaan modern, membuat pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah tetap memperhatikan keberadaan pasar tradisional. Buktinya, tahun ini disediakan dana stimulus Rp400 miliar untuk memperbaiki 300-400 unit pasar tradisional.

Deputi Kerjasama dan Investasi Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo), Suhendro baru-baru ini mengungkapkan, asosiasi sudah berkoordinasi dengan Departemen Perdagangan (Depdag) dan data pasar tradisional yang membutuhkan program revitalisasi secepatnya.

Dana revitalisasi itu masuk dalam alokasi stimulus yang diberikan melalui Depdag. Revitalisasi pasar tradisional akan meliputi bangunan fisik serta manajemen pengelola pasar. Pasar tradisional yang diprioritaskan mendapat kucuran dana revitalisasi adalah jenis pasar induk dengan jumlah 500-1.000 pedagang.

Dana stimulus, utamanya akan dipakai untuk memperbaiki infrastruktur pasar basah. Menurutnya, dari sekitar 8 ribu pasar tradisional di Indonesia, sekira 75 persen sudah berusia di atas 20 tahun. Selain pasar tua, pasar tradisional yang pernah terbakar juga akan memperoleh prioritas revitalisasi. Selain infrastruktur, dana stimulus digunakan untuk pengelolaan manajemen pasar. Setelah infrastruktur memadai, lalu bisa dilengkapi pengelolaan dan manajemen yang baik.

Setelah revitalisasi berjalan, pasar tradisional akan menjadi lebih efisien. Dengan perbaikan itu diharapkan, pasar tradisional dapat menghidupkan perekonomian daerah. Perbaikan infrastruktur ekonomi daerah ini diperkirakan bisa meningkatkan pertumbuhan dan perputaran ekonomi sekitar 15-20 persen.

Hendro mengakui, untuk membenahi ribuan pasar tradisional itu perlu waktu dan dana hingga triliunan rupiah. Namun, perhatian pemerintah terhadap pasar tradisional sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah, menurut dia sudah merupakan perubahan positif dari pemerintahan. Sebab persaingan dengan pasar ritel modern semakin ketat. (asw/berita dikutip dari fajar.co.id)


Sumber : Pasar Tradisional vs Pasar Modern

Tidak ada komentar:

Posting Komentar